PORTALEVENTS.ID-Sha Ine Febriyanti, seorang aktris dan sutradara berpengalaman, memulai karirnya sebagai model pada 1992 dan melanjutkan ke dunia seni peran pada 1999. Selain karya teater Cut Nyak Dhien, ia juga dikenal karena partisipasinya dalam Festival Teater Internasional dan festival film internasional. Saat ini, Sha Ine mengelola Huma Art Center, sebuah ruang budaya terbuka untuk siapa saja yang ingin berbagi melalui seni. Peraihnya beasiswa Asian Film Academy di Busan dan Pemeran Utama Perempuan Terbaik Festival Film Indonesia 2023 terus berkontribusi pada dunia seni dan budaya dengan semangat dan dedikasinya.
Sebuah kisah tentang sosok pahlawan wanita dari Aceh bernama Cut Nyak Dhien baru saja dipentaskan oleh Sha Ine Febriyanti dalam “Teater Monolog Cut Nyak Dhien” di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta (10/8). Mengambil sudut pandang seorang Cut Nyak Dhien dari sisi lebih manusiawi.
Sebagai pemeran sekaligus sutradara Teater Monolog Cut Nyak Dhien mengungkapkan,
“Melalui Teater Monolog Cut Nyak Dhien, saya ingin mengajak penikmat seni untuk mengenal sosok pahlawan wanita kita dari sudut pandang yang lebih manusiawi. Cut Nyak Dhien bukan hanya seorang pejuang tangguh, tetapi juga seorang istri dan ibu yang memiliki perasaan dan kerentanan. Kisahnya mengingatkan kita bahwa di balik setiap keberhasilan, ada perjuangan dan pengorbanan yang tak ternilai. Saya berharap monolog ini dapat menjadi pengingat bagi kita semua, terutama generasi muda, tentang pentingnya peran perempuan dalam membangun bangsa. Semoga pertunjukan ini dapat diterima dengan baik oleh para penikmat seni dan semakin memeriahkan rangkaian acara perayaan Kemerdekaan Republik Indonesia”, ungkapnya.

Selama kurang lebih 40 menit, penikmat seni disuguhkan dengan pertunjukan yang Teater Monolog Cut Nyak Dhien yang mengangkat kisah emosional di balik kekuatan Cut Nyak Dhien. Meskipun dikenal sebagai pejuang yang teguh, monolog ini memperlihatkan bagaimana Cut Nyak Dhien mengalami kegelisahan dan kesedihan ketika suaminya, Teuku Umar, pergi ke medan perang dan akhirnya meninggal dunia. Dalam perannya sebagai ibu dan istri, Cut Nyak Dhien harus menunjukkan ketegaran di depan anaknya dan para pengikutnya, meskipun hatinya hancur dan air mata sering menetes di kala mendengar kabar duka. Emosi haru terlihat dari ekspresi dan raut wajah para penikmat seni.
